Pagi menyapa dengan terik matahari dari rumahku yang berlubang. Aku teringat
kata Mpok Surti bahwa ada tetangga baru. Perempuan, cantik, dan masih muda.
Lalu kata Mpok Surti, usianya sama denganku. Ini kali pertama aku mendengar ada
perempuan cantik dan sebaya denganku di Komplek Perkuburan Pocongers disini.
Karena sudah jadi Trending Topic di Twitter kalau disini didominan dengan
Pocong-Pocong Jelek.
Setelah luluran, aku langsung ke
kuburannya Si Kunti itu. Ternyata, ia sedang asyik menyiram bunga-bunga
disekitar kuburannya.
“Kenalin,
Jamescong. Kembaran ketujuhnya James Bond.” kataku pede.
“Namanya
siapa, Nti?” tanyaku lagi.
“Bella, Cong.
Panggil aja Belkun, hehe.” jawabnya malu.
Hari semakin
gelap. Fajar mulai melihatkan rupanya. Sudah cukup banyak aku berbincang
dengannya. Aku adalah Pocong yang takut akan suasana menjelang malam. Jadi
kuputuskan untuk pamit pulang dengannya.
“Aku pulang dulu
ya, Bel. Aku harus ngangkatin jemurannya Mpok Surti, ibu kost aku.” kataku
ngeles.
“Oh iya iya, Cong.
Hem, makasih ya buat perkenalannya. Hati-hati di jalan juga ya.” tanggapnya
manis.
Aku tersenyum
padanya. Meloncat-loncat sendiri bagai Pocong Ganteng yang Jomblo seumur hidup.
Bahkan, setahun
lalu aku memperebutkan Piala Emas dalam Pocong Awards. Aku memenangkannya
dengan predikat Pocong Ganteng Tapi Jomblo. Sedikit bangganya, tapi banyak
malunya. Gantengnya sih udah terbukti dua kelinci. Kalau Jomblonya sih, untuk
tahun ini sepertinya tidak. Aku yakin Belkun akan menjadi calon istri masa
depanku nanti.
Loncatku semakin
membara, aku menuju rumah Mpok Surti. Kuceritakan semua bahagia yang kualami
dengannya. Segala sudut yang kubagi dengannya. Serta segala canda yang ia beri
kepadaku. Ia begitu spesial dan termasuk spesies langka.
***
Pagi ini, aku
telah janjian pada Belkun untuk mengajaknya kencan. Tak lupa, aku dandan dulu
di kaca. Mengangkat kedua alisku dan senyum-senyum sendiri melihat
ketampananku. Aku menuju kediaman Belkun.
Setibanya, aku
terhenti dan kulihat Belkun dengan Pocong lain dari belakang pohon beringin.
Aku pun geram, marah dan kesal. Aku mendekati mereka.
“Belkun..” kataku.
“He..iya, Cong.
Em..kenalin ya. Ini...” jelas Belkun gugup dan dihentikan olehku.
“Udah, Bel. Aku
tahu. Makasih ya kamu udah mau nyisain sedikit waktumu untukku. Aku pamit,
Bel.” jawabku lirih.
Bela hanya
memberiku senyum kecilnya. Kutahu, ia jauh merasakan kebahagiaan dengan Pocong
itu.
“Jaga dia
baik-baik ya, Bro.” kataku pada Pocong itu.
Aku tertunduk
pasrah dan meninggalkan mereka. Kutengok mereka lagi dalam setengah langkahku.
Mereka tersenyum ria, tertawa girang, dan ini cukup membuatku iri.
Aku menuju kuburan
Mpok Surti dan kebetulan sekali ia sedang menyiram tanaman. Aku dan Mpok Surti
seperti sebuah lemper abon. Aku bungkusnya, Mpok Surti lempernya.
Aku mendekati Mpok
Surti. Ketika aku galau, aku selalu mengandalkan selang unruk menyiram
tanamannya. Maka dari itu, tak asing bagi Mpok Surti untuk mengguyur perlahan
aliran air selangnya dari kepalaku. Aliran air mataku jauh lebih deras dari
selang Mpok Surti.
Tangisku tak
terbendung. Sampai akhirnya Mpok Surti mengambil ember didekatnya dan menadangi
air mataku yang terus mengalir. Aku pun mengikuti perintahnya. Mpok Surti satu-satunya
orang yang terdekat denganku. Aku dan Mpok Surti memang seperti Nina dan Kelvin
dalam sinetron remaja Putih Babu-Babu, dan sangat dekat.
Regards,
Anna
@annaltf
0 komentar:
Posting Komentar