Selasa, 28 Mei 2013

Galau to The Cong



Pagi menyapa dengan terik matahari dari rumahku yang berlubang. Aku teringat kata Mpok Surti bahwa ada tetangga baru. Perempuan, cantik, dan masih muda. Lalu kata Mpok Surti, usianya sama denganku. Ini kali pertama aku mendengar ada perempuan cantik dan sebaya denganku di Komplek Perkuburan Pocongers disini. Karena sudah jadi Trending Topic di Twitter kalau disini didominan dengan Pocong-Pocong Jelek.

Setelah luluran, aku langsung ke kuburannya Si Kunti itu. Ternyata, ia sedang asyik menyiram bunga-bunga disekitar kuburannya.
“Kenalin, Jamescong. Kembaran ketujuhnya James Bond.” kataku pede.
 “Namanya siapa, Nti?” tanyaku lagi.
“Bella, Cong. Panggil aja Belkun, hehe.” jawabnya malu.
Hari semakin gelap. Fajar mulai melihatkan rupanya. Sudah cukup banyak aku berbincang dengannya. Aku adalah Pocong yang takut akan suasana menjelang malam. Jadi kuputuskan untuk pamit pulang dengannya.
“Aku pulang dulu ya, Bel. Aku harus ngangkatin jemurannya Mpok Surti, ibu kost aku.” kataku ngeles.
“Oh iya iya, Cong. Hem, makasih ya buat perkenalannya. Hati-hati di jalan juga ya.” tanggapnya manis.
Aku tersenyum padanya. Meloncat-loncat sendiri bagai Pocong Ganteng yang Jomblo seumur hidup.
Bahkan, setahun lalu aku memperebutkan Piala Emas dalam Pocong Awards. Aku memenangkannya dengan predikat Pocong Ganteng Tapi Jomblo. Sedikit bangganya, tapi banyak malunya. Gantengnya sih udah terbukti dua kelinci. Kalau Jomblonya sih, untuk tahun ini sepertinya tidak. Aku yakin Belkun akan menjadi calon istri masa depanku nanti.
Loncatku semakin membara, aku menuju rumah Mpok Surti. Kuceritakan semua bahagia yang kualami dengannya. Segala sudut yang kubagi dengannya. Serta segala canda yang ia beri kepadaku. Ia begitu spesial dan termasuk spesies langka.
***
Pagi ini, aku telah janjian pada Belkun untuk mengajaknya kencan. Tak lupa, aku dandan dulu di kaca. Mengangkat kedua alisku dan senyum-senyum sendiri melihat ketampananku. Aku menuju kediaman Belkun.
Setibanya, aku terhenti dan kulihat Belkun dengan Pocong lain dari belakang pohon beringin. Aku pun geram, marah dan kesal. Aku mendekati mereka.
“Belkun..” kataku.
“He..iya, Cong. Em..kenalin ya. Ini...” jelas Belkun gugup dan dihentikan olehku.
“Udah, Bel. Aku tahu. Makasih ya kamu udah mau nyisain sedikit waktumu untukku. Aku pamit, Bel.” jawabku lirih.
Bela hanya memberiku senyum kecilnya. Kutahu, ia jauh merasakan kebahagiaan dengan Pocong itu.
“Jaga dia baik-baik ya, Bro.” kataku pada Pocong itu.
Aku tertunduk pasrah dan meninggalkan mereka. Kutengok mereka lagi dalam setengah langkahku. Mereka tersenyum ria, tertawa girang, dan ini cukup membuatku iri.
Aku menuju kuburan Mpok Surti dan kebetulan sekali ia sedang menyiram tanaman. Aku dan Mpok Surti seperti sebuah lemper abon. Aku bungkusnya, Mpok Surti lempernya.
Aku mendekati Mpok Surti. Ketika aku galau, aku selalu mengandalkan selang unruk menyiram tanamannya. Maka dari itu, tak asing bagi Mpok Surti untuk mengguyur perlahan aliran air selangnya dari kepalaku. Aliran air mataku jauh lebih deras dari selang Mpok Surti.
Tangisku tak terbendung. Sampai akhirnya Mpok Surti mengambil ember didekatnya dan menadangi air mataku yang terus mengalir. Aku pun mengikuti perintahnya. Mpok Surti satu-satunya orang yang terdekat denganku. Aku dan Mpok Surti memang seperti Nina dan Kelvin dalam sinetron remaja Putih Babu-Babu, dan sangat dekat.




Regards,


  Anna
@annaltf