Suasana lapangan masih sangat ramai
dengan teriakan siswa siswi kelas lain di sekolahku. Mereka menyemangati para
pemain basket jagoan mereka di acara tahunan classmeeting. Kelasku hanya
mendapat kekalahan sebelum semifinal pertandingan basket pada hari ini.
Alasanku masih setia menyaksikan
pertandingan ini karena ajakan keras dari teman-temanku. Mereka adalah Anggi,
Shella, Shilla, Grace, dan Chintya. Sejak setahun lalu, ketika duduk di kelas 1
SMA, kami tak pernah absen dengan curahan hati masing-masing. Sampai mereka pun
tahu, bahwa sampai hari ini, aku masih menyukai pria berhidung mancung,
berparas manis, dan warna sawo matang menutupi kulitnya; panggil saja Kak
Febri.
Hari ini, Kak Febri datang ke sekolah
hanya untuk legalisir ijazah kelulusan. Aku mendengar berita ini dari si kembar
Shella dan Shilla. Mereka melihatnya ketika hendak jajan di kantin.
Rasa penasaran sekaligus rindu akan
sosoknya, menyelimuti bayang-bayang jatuh cinta dalam benakku. Tiba-tiba Anggi
berteriak saat kami tengah asyik menyaksikan pertandingan basket sembari
duduk-duduk di selasar kelas.
“Kak Febri!!!” teriak keras Anggi.
Kak Febri yang sedang berjalan menuju
lorong ruang Kepala Sekolah pun, menoleh ramah ke arah kami dengan mengangkat
kedua alisnya.
“Anggiii! Apa banget sih?” sewot Chintya.
“Tau nih, Anggi.” susul Grace.
“Bella.. Bella..” “Itu Kak Febri. Lo liat, kan?” tanya Anggi
sambil menggoyangkan pundakku.
“Hah? Apa? Ma..mana, Nggi? Serius nggak sih? Manaaa?”
tanyaku linglungdan menengok-nengok mencari Kak Febri.
“Ituuu!” kata Anggi dengan menolehkan paksa kepalaku ke arah
Kak Febri.
Aku pun kikuk. Bingung entah harus berbuat apa. Terdiam kaku
dalam benak yang penuh kata cinta. Aku hanya dapat menelan ludah dan tersenyum
kaku ketika matany melihat jelas ke arah bola mataku.
Aku pun melambaikan tanganku yang masih gemetar dengan
pedenya. Kak Febri tersenyum balik dan membalas lambaianku. Kemudian, ia
membalikkan badannya yang terbilang ideal dan kembali berjalan ke ruang Kepala
Sekolah.
Memoram pertama dan akan jadi yang kali terakhir ketika
kumengenalnya. Sebelum Ujian Nasional menghadang dirinya, aku hanya dapat
menyapa Kak Febri lewat chatting facebook dan mention di twitter.
Selalu saja perasaan gugup menghalangi keberanianku untuk
dapat menyapanya langsung di sekolah. Ternyata Tuhan menjawabnya saat ini. Aku
patut berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengizinkanku agar kudapat melihat
langsung bola matanya yang begitu indah. Terimakasih, Tuhan.
"Cinta
itu berpasangan, aku dan kamu, manis dan pahit, hitam dan putih, indah dan
suram, serta maya dan nyata."
0 komentar:
Posting Komentar