Sabtu, 09 Maret 2013

Sementara Waktu


Suasana lapangan masih sangat ramai dengan teriakan siswa siswi kelas lain di sekolahku. Mereka menyemangati para pemain basket jagoan mereka di acara tahunan classmeeting. Kelasku hanya mendapat kekalahan sebelum semifinal pertandingan basket pada hari ini.
Alasanku masih setia menyaksikan pertandingan ini karena ajakan keras dari teman-temanku. Mereka adalah Anggi, Shella, Shilla, Grace, dan Chintya. Sejak setahun lalu, ketika duduk di kelas 1 SMA, kami tak pernah absen dengan curahan hati masing-masing. Sampai mereka pun tahu, bahwa sampai hari ini, aku masih menyukai pria berhidung mancung, berparas manis, dan warna sawo matang menutupi kulitnya; panggil saja Kak Febri.
Hari ini, Kak Febri datang ke sekolah hanya untuk legalisir ijazah kelulusan. Aku mendengar berita ini dari si kembar Shella dan Shilla. Mereka melihatnya ketika hendak jajan di kantin.
Rasa penasaran sekaligus rindu akan sosoknya, menyelimuti bayang-bayang jatuh cinta dalam benakku. Tiba-tiba Anggi berteriak saat kami tengah asyik menyaksikan pertandingan basket sembari duduk-duduk di selasar kelas.
“Kak Febri!!!” teriak keras Anggi.
Kak Febri yang sedang berjalan menuju lorong ruang Kepala Sekolah pun, menoleh ramah ke arah kami dengan mengangkat kedua alisnya.
“Anggiii! Apa banget sih?” sewot Chintya.
“Tau nih, Anggi.” susul Grace.
“Bella.. Bella..” “Itu Kak Febri. Lo liat, kan?” tanya Anggi sambil menggoyangkan pundakku.
“Hah? Apa? Ma..mana, Nggi? Serius nggak sih? Manaaa?” tanyaku linglungdan menengok-nengok mencari Kak Febri.
“Ituuu!” kata Anggi dengan menolehkan paksa kepalaku ke arah Kak Febri.
Aku pun kikuk. Bingung entah harus berbuat apa. Terdiam kaku dalam benak yang penuh kata cinta. Aku hanya dapat menelan ludah dan tersenyum kaku ketika matany melihat jelas ke arah bola mataku.
Aku pun melambaikan tanganku yang masih gemetar dengan pedenya. Kak Febri tersenyum balik dan membalas lambaianku. Kemudian, ia membalikkan badannya yang terbilang ideal dan kembali berjalan ke ruang Kepala Sekolah.
Memoram pertama dan akan jadi yang kali terakhir ketika kumengenalnya. Sebelum Ujian Nasional menghadang dirinya, aku hanya dapat menyapa Kak Febri lewat chatting facebook dan mention di twitter.
Selalu saja perasaan gugup menghalangi keberanianku untuk dapat menyapanya langsung di sekolah. Ternyata Tuhan menjawabnya saat ini. Aku patut berterimakasih kepada Tuhan yang telah mengizinkanku agar kudapat melihat langsung bola matanya yang begitu indah. Terimakasih, Tuhan.


"Cinta itu berpasangan, aku dan kamu, manis dan pahit, hitam dan putih, indah dan suram, serta maya dan nyata."

0 komentar:

Posting Komentar